<p align="center" style="margin-left:36.0pt;"> <strong>E-Katalaog Sebagai Buku Sakti Pengadaan Barang</strong></p> <p align="center">  </p> <p align="center"> <em>Ni Putu Laksmi Wijayanti</em></p> <p align="center"> <em>Unit Layanan Pengadaan Kabupatan Badung</em></p> <p align="center"> <em>Jalan Raya Sempidi – Mangupura – Badung</em></p> <p align="center"> <em>E-mail : Putulaksmiwijayanti@gmail.com</em></p> <p align="center">  </p> <p> Abstrak : Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Agus Prabowo menyebut, dari ratusan pemerintah daerah di Indonesia, baik di level provinsi, kabupaten maupun kota, baru sembilan daerah yang telah sepakat menerapkan system e-katalog. Pemerintah nampaknya enggan memberikan kata harus karena penerapan sistem ini bersifat sukarela. Sembilan pemerintah daerah yang telah menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sebagai tanda sepakat menerapkan e-katalog adalah Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta,  Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku, Gorontalo, Bangka Belitung, Riau, Pemkot Semarang dan Pemkab Badung (Bali). E-katalog sesungguhnya sangat memudahkan penyedia jasa maupun Pemda. Dalam e-katalog tersedia uraian cukup lengkap, mulai daftar pilihan produk atau barang yang dibutuhkan, spesifikasi, harga hingga alamat penyedia barang dan jasa. Eloknya, masyarakat luas juga bisa mengakses informasi tersebut sehingga proses pengadaan barang dan jasa lebih transparan dan akuntabel. Di samping memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan, e-katalog juga menyebabkan proses pengadaan barang dan jasa akan lebih mudah dan cepat karena tidak perlu lagi melalui sistem lelang seperti yang selama ini banyak dilakukan.  Sistem lelang memerlukan waktu berbulan-bulan, sementara transaksi melalui e-katalog bisa dilakukan dalam hitungan detik. Dengan e-katalog pemerintah seperti membuka warung on-line yang dapat membuat nyaman semua pihak. E-katalog, sebagaiman halnya produk baru, selalu menuai pro dan kontra. Diperlukan tekad yang kuat dari pemerintah daerah dan political-will kepala daerah untuk mendukung sistem ini, di samping tersedianya infrastruktur yang memadai serta kesiapan unit layanan pengadaan (ULP) dengan dukungan struktur organisasi yang handal dan berdedikasi.</p> <p>  </p> <p> Kata Kunci : e-katalog, transparansi, akuntabilitas, political-will</p> <p>  </p> <ol> <li> PENDAHULUAN</li> </ol> <p> 1.1    Revolusi Mental dan E-katalog</p> <p> E-katalog sejatinya sudah lama disosialisasikan. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sebagai ujung tombak pelaksana di lapangan juga sudah mengeluarkan berpuluh-puluh buku panduan untuk menyongsong datangnya barang baru yang bernama e-katalog. Namun, sebagaimana halnya barang baru, selalu akan ada perlawanan aktif dan pasif dari pemangku kepentingan. Diperlukan sebuah trigger untuk membuka semua mata bahwa apa yang ditawarkan pemerintah adalah hal baik. Dibutuhkan revolusi mental untuk merubah pola pikir kedaluwarsa yang sudah tertanam sejak lama. Dalam skala yang lebih luas sesungguhnya revolusi mental sebagai sebuah jargon sangat tepat untuk memperbaiki kondisi bangsa yang carut marut saat ini. Sulit dibayangkan kalau keadaan yang sudah sedemikian parah diperbaiki secara parsial.</p> <p> Berbagai persoalan bangsa dan negara, seperti korupsi, pengangguran, produktivitas yang rendah, etos kerja yang bermasalah dan lain-lain hanya akan bisa tuntas jika diselesaikan secara komprehensif. Salah satu persoalan besar yang menjadi berita sehari-hari di media massa adalah tingginya angka kebocoran dana pembangunan yang bersumber dari aktivitas pengadaan barang dan jasa pemerintah. Persoalan yang gaungnya kecil karena sudah dianggap biasa ini harus dijadikan pilot project mengurai persoalan bangsa di bidang pencegahan korupsi. Salah satu langkah bagus yang sudah dilakukan pemerintah adalah mengeliminir lubang-lubang kecil yang berdampak besar pada aspek pengadaan barang dan jasa, yaitu menciptakan organisasi ULP (Unit Layanan Pengadaan). Sebagaimana yang sudah diketahui bersama, ULP didirikan dengan tujuan agar proses pengadaan barang/jasa pemerintah dapat terlaksana secara efektif, efisien, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan nilai pengadaan di seluruh Kabupaten/Kota yang mencapai Rp. 325 triliun, tugas lembaga ULP menjadi sangat penting dan strategis. Memang belum semua ULP di semua Kabupaten/Kota berstatus mandiri, namun setidaknya sudah ada upaya agar celah-celah kongkalikong antara penguasa dan pengusaha dibuat sekecil mungkin bahkan ditiadakan.</p> <p> Dengan ULP semua kegiatan pengadaan dilakukan secara terpusat dengan mengedepankan pemanfaatan IT (information technology) secara optimal.  Petugas ULP adalah orang-orang pilihan, paling tidak mereka-mereka yang ditugaskan mengelola ULP cepat belajar, memiliki tingkat hospitality yang baik dan tidak gagap perkembangan teknologi, khususnya komputer. Banyak ULP sudah dikelola secara mandiri walau banyak juga yang masih ditempelkan pada sekretariat kabupaten atau SKPD. Di awal-awal berdirinya, ULP banyak dicemoh, digugat dan diteror. Mereka-mereka yang mencemoh adalah pihak yang enggan belajar cara baru dan model kerja baru. Mereka yang menggugat banyak dari kalangan rekanan, khususnya yang penawarannya dikalahkan. Memang sistem yang dibangun pemerintah pada Unit ULP sangatlah bagus dan transparan. Kontak antara para pihak dibuat sekecil mungkin bahkan nihil. Semuanya dimaksudkan agar pemenang tender adalah penawar yang memiliki semua kelengkapan administrasi dan nilai penawaran yang paling baik (tidak mesti terbawah). Makna revolusi mental yang dideklarasikan Presiden Jokowi menemukan konteksnya yang paling pas di ULP. Sebagai manusia, adalah mustahil menghilangkan niat jahat. Yang dapat diupayakan adalah memperkecil celah atau peluang berbuat jahat. Dengan memanfaatkan secara maksimal teknologi informasi, celah untuk berbuat jahat memang hampir nihil. Kalaupun ada tindakan-tindakan negatif yang dapat merusak reputasi pemerintah cepat bisa dideteksi dan dilakukan tindakan. Dalam perkembangannya, sistem lelang model lama yang kurang cepat dan bertele-tele digantikan model baru memakai sistem e-katalog. Sistem non itemized, di mana pemerintah hanya beli ke satu penjual atau toko saja digantikan dengan sistem itemized, yang memperbolehkan pembeli memesan barang ke beberapa penjual. Memang lebih sulit bagi pelaksana di lapangan, namun jauh lebih akurat dan murah.</p> <p> 1.2    E-Katalog Sebagai Inovasi Pemerintah</p> <p> Sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan No. 7 Tahun 2015 tentang Standar Dokumen Pengadaan Secara Elektronik untuk Pengadaan Barang dengan Pelelangan itemized. Hal-hal yang menjadi pertimbangan pelaksanaan SK ini adalah amanat pasal 80 ayat (6) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, di mana kelompok kerja ULP (Pokja ULP) dapat menetapkan hasil pemilihan kepada lebih dari 1 (satu) penyedia. Hal ini didasari pada kenyataan di lapangan bahwa masih banyak paket pekerjaan yang jenis barang sangat beragam dan kebutuhan volumenya tidak bisa dipenuhi oleh 1 (satu) penyedia. Dalam hal ini penyedia dipaksa (dengan risiko pidana) untuk menyediakan seluruh kebutuhan PPK/User, tanpa didukung kemampuan yang memadai. Pertanyaannya, bagaimana mengetahui kemampuan peserta dalam menyediakan kebutuhan PPK/User? Akhirnya, diperlukan market analisis untuk mengetahui kemampuan penyedia. Hal ini bisa didapatkan dari pengalaman sebelumnya atau berdasarkan informasi dari media cetak maupun elektronik, asosiasi penyedia atau organisasi profesi. SK ini memang berimplikasi multiaspek, diperlukan perhatian lebih dari semua pihak terkait serta biaya yang luar biasa besar untuk penyelenggaraannya. Perlu adanya panduan yang lengkap terkait dengan sistem pelelangan, di samping perlunya upaya peningkatan pemahaman stakeholders terkait pelelangan itemized.</p> <p> 1.3    Good-Will Pemerintah</p> <p> Presiden Jokowi minta pengadaan barang jasa pakai e-katalog, biar. Jokowi ingin tingkat daya serap barang lewat lelang e-katalog. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2015, di mana diktum keempatnya berbunyi : melakukan percepatan pengembangan sistem untuk e-procurement dan penerapan e-purchasing berbasis e-catalogue. E-katalog memungkinkan pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan dengan mudah karena memiliki beberapa keunggulan, seperti tanpa tender/lelang, berapapun nilai pengadaannya. Pengadaan jauh lebih mudah, tinggal klik dan negosiasi pada <a href="http://www.katalog.lkpp.go.id/">www.katalog.lkpp.go.id</a>dengan jaminan kualitas dan harga terbaik dari penyedia yang kredibel. Pengadaan juga lebih efisien karena kontrak katalog dengan penyedia yang memiliki rantai pasok yang paling pendek (pabrikan/sole, agent) serta sangat efisien waktu dan tenaga. Kelebihan lainnya adalah lebih transparan karena informasi produk seperti gambar, fungsi, spesifikasi teknik, asal barang dan harga serta penyedia dapat diketahui publik, di samping hasil negosiasi dari pembeli sebelumnya dapat diketahui pembeli berikutnya.</p> <p> Pembeli dalam hal ini Pemerintah dapat memilih produk sesuai kebutuhan (sesuai kualitas, merk, fungsi dan layanan yang diberikan serta barang/jasa yang dibeli sesuai besaran anggaran yang tersedia.</p> <p> Secara politis, penggunaan sistem e-katalog juga dapat mendukung program pemerintah karena memungkinkan pilihan pada penggunaan produksi dalam negeri, melalui pencantuman label/tanda ”cinta produk dalam negeri”. Juga pemberdayaan UMKM melalui e-katalog lokal/daerah dengan mengutamakan produk ramah lingkungan. Sebagai gambaran, e-katalog memiliki ciri-ciri pemanfaatan  teknologi generasi terbaru, seperti : sistem berbasis Web, layanan transaksi secara online, world wide access dan aplikasi yang user friendly. Kelebihan lain dari teknologi ini adalah sistem dibangun dengan platform open source serta semua transaksi tercatat dalam data base.</p> <p>  </p> <ol> <li> METODE</li> </ol> <p> Penelitian ini memakai metode studi literatur yang didukung dengan pengamatan di beberapa seminar LKPP dan wawancara dengan beberapa pelaksana ULP dan penyedia barang pemerintah. Seluruh data disajikan secara deskriptif kualitatif sehingga kesimpulan yang didapat nantinya hanyalah berupa rekomendasi sumir yang diharapkan dapat berfungsi sebagai pendorong munculnya penelitian berbasis data yang menghasilkan penelitian kuantitatif.</p> <p> Beberapa kemungkinan tindak lanjut di masa depan, perlu dilakukan penelitian tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, khususnya celah-celah kosong yang belum diakomodasi oleh aturan-aturan yang sudah dikeluarkan pemerintah, misalnya pengadaan barang dan jasa yang berbasis adat dan agama atau menyangkut budaya atau perangkat lunak kebudayaan.</p> <p>  </p> <p style="margin-left:18.0pt;"> 3    PEMBAHASAN</p> <p> 3.1Memelihara unjuk kerja</p> <p> Beberapa ULP sudah menunjukkan kinerja sangat baik bahkan dijadikan percontohan. Untuk di Bali, ULP Kabupaten Badung adalah ULP percontohan tingkat nasional yang dijadikan tempat tempat bench-marking ULP-ULP di Kabupaten lain atau daerah lain. Team work yang dibangun pemerintah Kabupaten Badung pada unit ULP memungkinkan adrenalin staf tetap tinggi, walau harus lembur. Dengan membentuk beberapa pokja (kelompok kerja) kompetisi antar pokja menjadi pemicu semangat setiap saat. Namun sebaik-baik sistem jika tidak didukung oleh perangkat manajemen yang lain, niscaya kinerja atau prestasi yang terbangun akan stagnan dan pada akhirnya akan menjadi kendor kembali. Harus ada upaya serius untuk mempertahankannya atau bahkan meningkatkannya. Kinerja dalam bahasa yang sederhana dapat diterjemahkan menjadi capaian target kerja. Pemain sepak bola dikatakan berkinerja baik jika mampu memasukkan bola ke gawang lawan walau banyak pemain belakang berusaha menghalaunya. Sopir angkutan pasir dikatakan berkinerja baik jika dalam sehari mampu melayani pembeli sesuai target majikan. Kinerja pada dasarnya sebuah ukuran yang dapat dijadikan acuan untuk menilai apakah sebuah entitas dapat dikatakan baik, sedang atau buruk.  Kinerja ULP dapat dilihat dari 3 aspek, antara lain :  1. partisipasi masyarakat. Ukuran kinerja ULP sangat dipengaruhi oleh tingkat partisipasi masyarakat. Makin banyak masyarakat yang terlibat, baik terhadap pengawasan, pemantauan dan evaluasi maka makin kredibel lembaga ULP. Tingkat keterlibatan masyarakat juga dapat dilihat dari akses terhadap informasi. Makin mudah masyarakat mendapatkan informasi dari ULP maka dapat dikatakan ULP sudah menjalankan prinsip-prinsip cara pengadaan barang dan jasa yang baik. Ketika terjadi pengaduan, maka akan dilihat berapa jumlah pengaduan, berapa yang sudah mendapatkan penanganan dan berapa yang sudah diselesaikan dengan baik. Ukurannya, makin banyak pengaduan nilainya makin jelek. Makin banyak penanganan nilainya makin baik, demikian juga jika pengaduan yang dapat diselesaikan dengan baik makin banyak maka  nilai kinerja ULP makin baik. Penyelesaian baik ditandai dengan selesainya masalah dan meningkatnya kepuasan pemakai jasa. Yang kasat mata dan dapat dilihat langsung pengaruhnya terhadap tingkat kepuasan adalah membaiknya pelayanan pada sektor publik. 2. Keterlibatan Pemerintah. Pada dasarnya ukuran kinerja ULP paling banyak dipengaruhi oleh peran serta pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Hal paling utama yang dapat dijadikan indikator kinerja adalah : a. tidak ada suap; b. tidak ada penggelembungan harga; c. tidak ada penurunan mutu. Ketiga indikator kinerja di atas akan makin lengkap jika jasa dan barang yang disediakan sesuai dengan spesifikasi dan harga yang sebanding. Di tingkat pelaksana teknis diberlakukan perbaikan insentif/disinsentif serta sanksi yang sesuai dan adil. 3. Peran serta kontraktor/pemasok. Perlunya fakta integritas antara para pihak, khususnya saat penandatanganan kontrak kerja. Persaingan yang sehat antara pemasok/kontraktor. Harga barang dan keuntungan dibuat serasional mungkin. Penyelesaian perselisihan dan pemberian sanksi yang proforsional dan adil.</p> <p> Kinerja SDM dapat didongkrak dengan berbagai cara, baik insentif maupun yang lain, namun mempertahankan kinerja memerlukan upaya yang lebih spesifik. Beberapa tips yang ditawarkan dan direkomendasikan adalah sebagai berikut. 1. Keteladanan. Ada hal penting yang mulai tergerus dan hilang dari bangsa ini, yaitu keteladanan. Keteladanan merupakan media pendidikan yang paling efektif. Banyak anak petani suka rela menjadi petani saat orang tuanya mencurahkan seluruh perhatiannya pada upaya peningkatan usaha pertanian, namun anak-anak kita akan hilang minatnya bertani ketika melihat sedikit-sedikit orang tuanya menyewa tenaga upahan untuk mengerjakan lahan garapan. 2. Perlakuan yang adil. Ketidakadilan akan merusak segalanya. Tidak ada seorangpun di muka bumi ini yang ikhlas diperlakukan tidak adil. Ketika antrean tertib dan panjang di depan gedung bioskop tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan anak-anak pejabat yang dibawakan karcis oleh penjaga loket. Tak berapa lama, sandal dan botol aqua beterbangan menerpa loket. Semua orang beringsut pergi dan batal menonton. Tinggallah anak-anak  pejabat yang terbengong-bengong karena harus menonton dalam kesepian.</p> <p>  </p> <p> 3.2Birokrasi yang bersih dan akuntabel</p> <p> ULP (unit layanan pengadaan) didirikan dengan tujuan utama mengurangi lubang-lubang kecil yang dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab untuk memperkaya diri sendiri. Diperlukan seleksi yang baik dari pimpinan daerah untuk menempatkan orang-orang terbaik untuk mengelola ULP. Peningkatan kompetensi harus dilakukan secara berkala. Beberapa upaya peningkatan fairness, transparansi dan profesionalisme dalam pengadaan barang dan jasa adalah : 1. Peningkatan kompetensi dan integritas SDM pengadaan, termasuk penguatan jabatan fungsional pengadaan; 2. Pengembangan mekanisme dan aturan main/tata laksana melalui peningkatan efektivitas ULP, dan peningkatan efektivitas pelaksanaan fungsinya. Hal pertama dan utama yang mempengaruhi kinerja adalah SDM. Program yang baik dengan fasilitas yang lengkap tidak akan ada artinya jika tidak didukung oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan berdedikasi. Manusia, sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama memiliki banyak segi dan banyak sisi. Mengelola manusia gampang-gampang susah. Harap dicatat ada dua kata gampang di depan kata susah, artinya mengelola manusia lebih banyak gampangnya daripada susahnya. Ada sebuah fameo atau ceritera tentang seni mengelola manusia. Kata orang, kalau kita menentang bola maka kita hanya akan memiliki satu kemungkinan, yaitu bola meluncur keras menuju gawang, sebaliknya kalau kita menentang anjing akan didapatkan dua kemungkinan. Pertama, anjing akan lari terbirit-birit menjauhi kita dan yang kedua, anjing akan berbalik dan menyerang kita. Kalau menendang manusia kita akan memiliki tidak hanya satu atau dua kemungkinan, tapi seribu bahkan mungkin dua ribu kemungkinan. Sungguh sulit ditebak, manusia itu makhluk multidimensi dan susah diramal. Jangankan menentang atau memukul, memberi kata-kata kasar saja akan memiliki dampak yang luar biasa. Cobalah lukai perasaan anak buah anda. Sudah pasti esok harinya akan kita temui banyak perubahan. Mungkin dia akan datang bersama <em>body-guard</em> dan menjadikan anda bulan-bulanan pukulan dan makian. Mungkin dia akan datang menghadap anda dan menanyakan maksud kata-kata kasar yang anda ucapkan, atau mungkin mengirimi anda mantera-mantera jahat dari ilmu hitam untuk membuat anda mati berdiri.</p> <p> Mencermati banyak ilustrasi di atas, sejatinya kita dengan mudah dapat menerka maknanya, bahwa mengelola manusia memerlukan ilmu atau seni yang dapat membuat seseorang mengikuti perintah. Beberapa tips untuk menggerakkan orang untuk bertindak adalah sebagai berikut.  Penuhi kebutuhan manusia yang paling faali. Kebutuhan faal atau faali yaitu kebutuhan manusia akan hal yang paling mendasar ketika melaksanakan aktivitas. Beberapa contoh dapat disebutkan seperti di bawah ini : a. segelas air atau teh hangat sangat baik diberikan kepada staf yang sibuk beraktivitas; b. makanan kecil atau snack di sela-sela aktivitas; c. uang lembur untuk setiap kelebihan jam kerja.</p> <p>  </p> <p> 3.3Reward dan punishment</p> <p> Reward memberikan pengakuan akan hasil kerja yang telah dicapai sedangkan punishment adalah hukuman yang harus diterima ketika suatu kesepakatan tidak dapat dipenuhi. Banyak kalangan menilai bahwa reward akan berakibat pemborosan dan menyebabkan kemanjaan yang berlebihan di kalangan pegawai. Di sisi lain, kalangan yang sama menilai punishment akan menyebabkan kekecewaan dan timbulnya dendam akibat hukuman yang diterima. Semua itu tidak benar. Ahli manajemen dunia sudah mengakui bahwa reward dan punishment akan berdampak positif dalam jangka panjang. Hanya ada satu syarat semuanya harus dilakukan dengan adil tanpa pretensi dan tanpa tendensi.</p> <p style="margin-left:4.5pt;">  </p> <p> 3.4Kebutuhan akan harga diri</p> <p> Manusia itu aneh. Kalau disuruh memilih apakah akan menerima uang 20 juta sebagai pegawai paling berprestasi atau ditelpon kepala kantor dan diberi ucapan selamat karena sudah bekerja dengan baik. Maka semua orang akan memilih yang disebut terakhir. Bapak Cemplon selalu menang dalam pilpres karena rajin menelepon langsung garda terdepan pengumpul suara. Tokoh-tokoh masyarakat dikirimi poscard. Kalau Pak Cemplon memberi uang 10 juta efeknya hanya sampai uang itu habis, tapi kalau ditelepon efeknya seumur hidup. Jadi siapapun pemimpin Badung, kalau ingin Kabupaten ini maju dan berkembang, buat para pegawai fanatik  dan loyal. Niscaya tanpa digajipun mereka akan berjuang mati-matian membuat instansinya maju. Untuk uji coba, cobalah tepuk pundak bawahan anda dan katakan ”Bapak hebat – saya kagum pada ketekunan bapak dalam bekerja. Jika ada sepuluh saja pegawai seperti bapak, saya yakin Kabupaten Badung akan menjadi kabupaten paling hebat di Indonesia”. Lihatlah kinerja pegawai tersebut dalam satu tahun ke depan.</p> <p> Meningkatkan kinerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang direkomendasikan dalam tulisan ini hanya pernik-pernik ringan yang dapat dilakukan siapa saja tanpa mengeluarkan uang banyak.</p> <p>  </p> <ul> <li> KESIMPULAN DAN SARAN</li> </ul> <p align="center">  </p> <p style="margin-left:18.0pt;"> 1.   E-katalog pada akhirnya akan diterima sebagai keniscayaan yang mampu menutup kelemahan-kelemahan mendasar pada sistem pengadaan barang/jasa konvensional. Di Masa depan kita tidak akan menyaksikan lagi, pejabat-pejabat birokrasi yang harus berurusan dengan hukum karena pernah berurusan dengan urusan pengadaan barang dan jasa, baik karena tugasnya maupun karena diminta oleh institusi. Semua pemerintah daerah pada akhirnya akan menjadikan e-katalog sebagai bagian dari tugasnya yang mampu memenuhi semua ekspektasi masyarakat umum, seperti : akuntabilitas yang baik, transpran, cepat, murah, efektif dan efisien.</p> <p style="margin-left:18.0pt;"> 2.   E-katalog akan berfungsi baik dan berkesinambungan haruslah didukung pejabat fungsional di tingkat ULP dengan kualifikasi dan etos kerja yang memadai. Etos kerja akan baik bilamana ada reward berupa penghargaan akan angka kredit yang proporsional. Sesuai dengan fungsinya, pejabat fungsional di lingkungan ULP harus memenuhi sejumlah angka kredit untuk bisa mempertanggungjawabkan jabatannya. Angka kredit juga sangat diperlukan ketika akan mengurus kenaikan pangkat. Dengan telah diaturnya format Kelompok Kerja  dalam Permendagri Nomor 99 Tahun 2014 tanggal 23 Desember 2014 Pasal 13 ayat 1 yang menyebabkan jumlah paket yang ditangani oleh masing-masing pokja tidak merata yang juga akan berpengaruh terhadap perolehan angka kredit pejabat fungsional. Dengan kondisi seperti ini maka SDM Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa (contoh, jenjang muda) yang bertugas di Pokja Jasa lainnya hanya memiliki angka kredit (AK) lebih kurang 5 AK, sedangkan  persyaratan jabatan fungsional untuk dapat naik pangkat ke jenjang berikutnya adalah 100 AK, sehingga rata-rata pejabat tersebut akan naik pangkat setelah 20 tahun. Permasalahan kedua adalah Sertifikasi Profesi<strong>. </strong>Sertifikasi profesi adalah kebutuhan mendasar dari SDM pengelola ULP di setiap daerah. Sesuia dengan surat Direktorat Sertifikasi Profesi LKPP RI Nomor 8290/D.3.3/06/2015 Tanggal 12 Juni 2015 perihal pemberitahuan tentang uji kompetensi SDM pengelola pengadaan barang/jasa. Inti isi surat adalah mengatur ujian kompetensi jenjang jabatan Muda dan Madya. Jenjang jabatan lainnya tidak disebutkan. Hal ini tidak sejalan dengan Permenpan RB Nomor 77 Tahun 2012 tanggal 20 Desember 2012 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dan angka kreditnya Pasal 29 Ayat (1). Permasalahan terakhir adalah Tumpang tindih tugas<strong>. </strong>Walaupun masalah tumpang tindih tugas (overlaping) ada di setiap dinas dan unit, tumpang tindih tugas di lingkungan ULP memiliki risiko yang sangat besar. Hal demikianlah yang terjadi pada aplikasi si-jabfung. Unsur dan butir kegiatan yang dinilai dalam si-jabfung, khususnya dalam pemilihan penyedia barang/jasa yang dilaksanakan oleh Pokja ULP di antaranya terdapat : (1) pembuatan rancangan kontrak pengadaan barang/jasa; (2) penyusunan HPS; (3) penunjukan penyedia barang/jasa. Sebagaimana diketahui butir kegiatan di atas merupakan tugas dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sesuai dengan Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahannya pada pasal 11. Tumpang tindih tugas ini tidak hanya akan berimplikasi pada koordinasi namun juga berimpas pada aspek hukum.</p> <p style="margin-left:18.0pt;"> 3.   Adapun saran-saran yang direkomendasikan tulisan ini adalah perlunya semua staf di lingkungan ULP untuk selalu mau belajar. Tidak ada masalah yang tidak dapat dipecahkan, asalnya ada tekad yang kuat dan kecintaan kepada lembaga.</p> <p style="margin-left:18.0pt;">  </p> <p style="margin-left:18.0pt;"> Daftar Pustaka</p> <ol> <li> Muhaemin, Emin Adhy. (2017). Sosialisasi Kebijakan dan Arah Pengembangan E-Katalog dan E-Purchasing. Jakarta : LKPP.</li> <li> LKPP. (2015). Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui E-Purchasing. Jakarta : Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia.</li> <li> Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010</li> <li> SK Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan No. 7 Tahun 2015.</li> <li> Materi Sosialisasi Katalog Elektronik Daerah di Pemerintah Kabupaten Badung</li> <li> Materi Kegiatan Percontohan Katalog Lokal LKPP – MCAI, Kabupaten badung, 7 Juni 2016.</li> </ol> <p>  </p> <p> *Staf ULP Kabupaten Badung</p> <p align="center">  </p>
E-Katalaog Sebagai Buku Sakti Pengadaan Barang
29 Nov 2018